Dewan-dewan
pabrik, menurut Gramsci, mengandaikan sebuah kematangan politik yang tidak
selalu ada dalam strata proletarian dalam masyarakat. Pengalaman Rusia sendiri
sangat sering memunculkan disintegrasi dewan-dewan pabrik karena massa petani
yang besar jumlahnya, ketika dilibatkan secara paksa dan tergesa-gesa ke dalam
proses produktif, tak sanggup mengembangkan sebuah pengelolaan yang mandiri,
tak sanggup mengelola sendiri industri.
Dewan pabrik haruslah memiliki isi yang
original jika dibandingkan dengan gagasan serikat buruh yang lama sehingga
perealisasian dewan pabrik yang lengkap dan sempurna hanya akan bisa
berlangsung dalam lingkungan-lingkungan yang luar biasa, dimana kaum
proletariat telah siap dan sadar serta cukup matang untuk memikul segenap
tanggung jawab proses produktif.
Dan hal ini bisa demikian karena ‘kami
memahami dewan pabrik sebagai sebuah institusi yang sangat original, yang
berlokasi secara unik dalam lingkungan-lingkungan yang diciptakan oleh struktur
kapitalisme untuk kelas buruh dalam periode historis saat ini. Dewan pabrik
merupakan sebuah institusi yang tak boleh dikacaukan dengan serikat buruh, yang
tak boleh dikoordinasikan oleh dan disubordinasikan pada serikat buruh. Justru,
sejak kemunculan dan perkembangannya, dewan pabrik-lah yang akan menentukan
perubahan-perubahan radikal dalam struktur dan bentuk serikat buruh.’
Relasi
antara dewan pabrik dan serikat buruh sulit dan akan tetap sulit karena
sementara serikat buruh tidak mempersoalkan dunia industri dimana di dalamnya
dia tumbuh, ‘Dewan pabrik merupakan negasi atas keabsahan dunia industri yang
cenderung ingin dihancurkannya dalam setiap bentuknya. Dewan pabrik secara
terus-menerus berkecenderungan membawa kelas buruh pada perebutan kekuasaan
industrial, mengubah kelas buruh menjadi sumber kekuasaan industrial.’ ‘Dalam
situasi Italia,’ yang terjadi justru sebaliknya, ‘pejabat serikat buruh
memandang keabsahan dunia industri sebagai sesuatu yang permanen.’
Pada bulan Juli 1920, Gramsci
mengirimkan sebuah laporan mengenai gerakan dewan pabrik di Turin kepada Komite
Eksekutif Komunis Internasional. Setelah menggarisbawahi bahwa ‘yang menjadi
kepala dari gerakan pembentukan dewan-dewan pabrik ialah kaum komunis yang
menjadi anggota cabang dari Partai Sosialis dan organisasi-organisasi serikat buruh’,
kata Gramsci secara panjang lebar mengenai pembentukan dewan-dewan pabrik dan
mengenai antusiasme yang muncul sebagai dampak atas pembentukan dewan-dewan
pabrik di kalangan buruh di Turin.
Apa
yang terasa penting ialah bahwa karena ada kemungkinan bahwa pembahasannya akan
menjadi ‘bersifat teknis’, maka laporan
Gramsci itu diperluas mencakup seluruh tema fundamental dari perjuangan
politik. Termasuk di dalamnya pengakuan terhadap adanya ‘kebutuhan akan kedisiplinan
dan kediktatoran’, dan sebuah pernyataan bahwa kelompok Ordine Nuovo
selalu berusaha mengikuti ‘prinsip bahwa pembentukan daftar calon harus
dilakukan di kalangan massa kelas buruh dan bukan dari puncak birokrasi serikat
buruh’. Kelompok itu juga memandang penting problem ‘pengalihan perjuangan
serikat buruh dari medan korporatis dan reformis yang dangkal ke arena
perjuangan revolusioner untuk merebut kontrol atas produksi dan untuk
mendirikan kediktatoran kaum proletariat’.
Dalam perluasan yang dilakukan
Gramsci terhadap tema-tema ini, dalam penyelidikannya mengenai sebab-sebab
mendalam dari pilihan-pilihan keputusannya, terdapat dorongan kuat untuk
menguji diri yang mungkin akan menimbulkan pengalaman pahit bagi seluruh kelas
buruh Italia. Menurutnya, hanya dengan ini, kita akan mungkin bsa memahami
sebab-sebab terjadinya kesalahn-kesalahan yang telah dilakukan oleh gerakan
buruh. Hanya dengan begitu, menjadi mungkin bagi kita untuk memahami bahwa
‘ketidaksepakatan antara kaum revolusioner dan kaum reformis mengenai
tugas-tugas serikat-serikat buruh merupakan ketidaksepakatan antara birokrasi
serikat buruh yang telah memusatkan seluruh fungsi politik organisasi buruh
dalam dirinya- dengan massa yang terorganisir’.
Argumen ini diajukan secara
tajam untuk melawan para pemimpin Konfederasi Buruh (CGL), melawan ‘kaum
mandarin’, melawan semua birokrat dan pejabat serikat buruh. Kadangkala muncul
kecurigaan, kata Gramsci, bahwa CGL hanya ada untuk menaikkan gaji para
pejabatnya, untuk melapangkan jalan ‘bagi kecongkakan rendah para pejabat CGL yang
ingin menaikkan diri mereka sendiri ke puncak piramid dari dua juta buruh yang
terorganisir, dan yang ingin berkata secara angkuh: kami, beberapa individu,
sama besarnya dengan dua juta orang dan kami harus dianggap sebagai wakil-wakil
dari dua juta orang itu’.
Karena dipimpin oleh kaum reformis, CGL bukan saja
telah menanggalkan jalan paham serikat buruh revolusioner, namun bahkan secara
aktual kehilangan kemampuannya untuk mengimplementasikan corak politik ‘roti
dan mentega’ yang telah mereka tunjukkan secara demikian efisien di masa lalu.
Sebagai misal, harga roti kemudian menjadi naik. Kaum komunis harus mengakui
bahwa inilah realitas yang ada dan memandang CGL sama seperti organsasi borjuis
lainnya, ‘yaitu sebagai sebuah organisasi dimana kekuasaan tak akan bisa
dimenangkan dengan cara-cara yang konnstitusional’.
Perjuangan bagi pembentukan
dewan-dewan pabrik ini akan memungkinkan mayoritas untuk meraih kemenangan
dalam tubuh CGL, namun untuk mencapai tujuan ini, adalah perlu untuk membentuk
dan mengembangkan dewan-dewan pabrik ‘yang merupakan perjuangan spesifik dari
Partai Komunis’. Adalah perlu untuk tahu bagaimana meyakinkan massa serikat
buruh bahwa para pemimpin mereka tak lagi menjadikan perjuangan kelas sebagai
tujuan, tak lagi memandang kaum borjuis, namun justru kaum komunis-lah, sebagai
musuh yang harus dilawan, dan tak lagi mewakili massa. Hal inilah yang harus
selalau diklarifikasi dan dielaborasi secara lebih seksama demi
kepentingan-kepentingan kesadaran proletarian.
No comments:
Write comments