Friday, 11 August 2017

SERIKAT BURUH: HUBUNGAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN PARTAI (BAGIAN 4)

 

Dewan-dewan pabrik, menurut Gramsci, mengandaikan sebuah kematangan politik yang tidak selalu ada dalam strata proletarian dalam masyarakat. Pengalaman Rusia sendiri sangat sering memunculkan disintegrasi dewan-dewan pabrik karena massa petani yang besar jumlahnya, ketika dilibatkan secara paksa dan tergesa-gesa ke dalam proses produktif, tak sanggup mengembangkan sebuah pengelolaan yang mandiri, tak sanggup mengelola sendiri industri.

Dewan pabrik haruslah memiliki isi yang original jika dibandingkan dengan gagasan serikat buruh yang lama sehingga perealisasian dewan pabrik yang lengkap dan sempurna hanya akan bisa berlangsung dalam lingkungan-lingkungan yang luar biasa, dimana kaum proletariat telah siap dan sadar serta cukup matang untuk memikul segenap tanggung jawab proses produktif. 

Dan hal ini bisa demikian karena ‘kami memahami dewan pabrik sebagai sebuah institusi yang sangat original, yang berlokasi secara unik dalam lingkungan-lingkungan yang diciptakan oleh struktur kapitalisme untuk kelas buruh dalam periode historis saat ini. Dewan pabrik merupakan sebuah institusi yang tak boleh dikacaukan dengan serikat buruh, yang tak boleh dikoordinasikan oleh dan disubordinasikan pada serikat buruh. Justru, sejak kemunculan dan perkembangannya, dewan pabrik-lah yang akan menentukan perubahan-perubahan radikal dalam struktur dan bentuk serikat buruh.’

Relasi antara dewan pabrik dan serikat buruh sulit dan akan tetap sulit karena sementara serikat buruh tidak mempersoalkan dunia industri dimana di dalamnya dia tumbuh, ‘Dewan pabrik merupakan negasi atas keabsahan dunia industri yang cenderung ingin dihancurkannya dalam setiap bentuknya. Dewan pabrik secara terus-menerus berkecenderungan membawa kelas buruh pada perebutan kekuasaan industrial, mengubah kelas buruh menjadi sumber kekuasaan industrial.’ ‘Dalam situasi Italia,’ yang terjadi justru sebaliknya, ‘pejabat serikat buruh memandang keabsahan dunia industri sebagai sesuatu yang permanen.’

Pada bulan Juli 1920, Gramsci mengirimkan sebuah laporan mengenai gerakan dewan pabrik di Turin kepada Komite Eksekutif Komunis Internasional. Setelah menggarisbawahi bahwa ‘yang menjadi kepala dari gerakan pembentukan dewan-dewan pabrik ialah kaum komunis yang menjadi anggota cabang dari Partai Sosialis dan organisasi-organisasi serikat buruh’, kata Gramsci secara panjang lebar mengenai pembentukan dewan-dewan pabrik dan mengenai antusiasme yang muncul sebagai dampak atas pembentukan dewan-dewan pabrik di kalangan buruh di Turin. 

Apa yang terasa penting ialah bahwa karena ada kemungkinan bahwa pembahasannya akan menjadi ‘bersifat teknis’, maka  laporan Gramsci itu diperluas mencakup seluruh tema fundamental dari perjuangan politik. Termasuk di dalamnya pengakuan terhadap adanya ‘kebutuhan akan kedisiplinan dan kediktatoran’, dan sebuah pernyataan bahwa kelompok Ordine Nuovo selalu berusaha mengikuti ‘prinsip bahwa pembentukan daftar calon harus dilakukan di kalangan massa kelas buruh dan bukan dari puncak birokrasi serikat buruh’. Kelompok itu juga memandang penting problem ‘pengalihan perjuangan serikat buruh dari medan korporatis dan reformis yang dangkal ke arena perjuangan revolusioner untuk merebut kontrol atas produksi dan untuk mendirikan kediktatoran kaum proletariat’.


Dalam perluasan yang dilakukan Gramsci terhadap tema-tema ini, dalam penyelidikannya mengenai sebab-sebab mendalam dari pilihan-pilihan keputusannya, terdapat dorongan kuat untuk menguji diri yang mungkin akan menimbulkan pengalaman pahit bagi seluruh kelas buruh Italia. Menurutnya, hanya dengan ini, kita akan mungkin bsa memahami sebab-sebab terjadinya kesalahn-kesalahan yang telah dilakukan oleh gerakan buruh. Hanya dengan begitu, menjadi mungkin bagi kita untuk memahami bahwa ‘ketidaksepakatan antara kaum revolusioner dan kaum reformis mengenai tugas-tugas serikat-serikat buruh merupakan ketidaksepakatan antara birokrasi serikat buruh yang telah memusatkan seluruh fungsi politik organisasi buruh dalam dirinya- dengan massa yang terorganisir’.

Argumen ini diajukan secara tajam untuk melawan para pemimpin Konfederasi Buruh (CGL), melawan ‘kaum mandarin’, melawan semua birokrat dan pejabat serikat buruh. Kadangkala muncul kecurigaan, kata Gramsci, bahwa CGL hanya ada untuk menaikkan gaji para pejabatnya, untuk melapangkan jalan ‘bagi kecongkakan rendah para pejabat CGL yang ingin menaikkan diri mereka sendiri ke puncak piramid dari dua juta buruh yang terorganisir, dan yang ingin berkata secara angkuh: kami, beberapa individu, sama besarnya dengan dua juta orang dan kami harus dianggap sebagai wakil-wakil dari dua juta orang itu’.

Karena dipimpin oleh kaum reformis, CGL bukan saja telah menanggalkan jalan paham serikat buruh revolusioner, namun bahkan secara aktual kehilangan kemampuannya untuk mengimplementasikan corak politik ‘roti dan mentega’ yang telah mereka tunjukkan secara demikian efisien di masa lalu. Sebagai misal, harga roti kemudian menjadi naik. Kaum komunis harus mengakui bahwa inilah realitas yang ada dan memandang CGL sama seperti organsasi borjuis lainnya, ‘yaitu sebagai sebuah organisasi dimana kekuasaan tak akan bisa dimenangkan dengan cara-cara yang konnstitusional’.

Perjuangan bagi pembentukan dewan-dewan pabrik ini akan memungkinkan mayoritas untuk meraih kemenangan dalam tubuh CGL, namun untuk mencapai tujuan ini, adalah perlu untuk membentuk dan mengembangkan dewan-dewan pabrik ‘yang merupakan perjuangan spesifik dari Partai Komunis’. Adalah perlu untuk tahu bagaimana meyakinkan massa serikat buruh bahwa para pemimpin mereka tak lagi menjadikan perjuangan kelas sebagai tujuan, tak lagi memandang kaum borjuis, namun justru kaum komunis-lah, sebagai musuh yang harus dilawan, dan tak lagi mewakili massa. Hal inilah yang harus selalau diklarifikasi dan dielaborasi secara lebih seksama demi kepentingan-kepentingan kesadaran proletarian.

No comments:
Write comments