Friday, 11 August 2017

SERIKAT BURUH: HUBUNGAN ANTARA SERIKAT BURUH DAN PARTAI (BAGIAN 3)

 

Gramsci berulang kali menggarisbawahi perbedaan fundamental antara gerakan dewan pabrik dengan bentuk-bentuk serikat buruh yang telah ada lebih dulu, baik yang berwatak reformis maupun revolusioner semu. Jika ‘periode saat ini merupakan periode yang revolsuioner’, maka serikat buruh dan aksi politik dari massa dan para pemimpin mereka haruslah juga berwatak revolusioner. Gerakan dewan-dewan pabrik harus memiliki karakteristik-karakteristik ini, dan menjawab kebutuhan-kebutuhan historis yang baru.

‘Kelahiran dewan-dewan buruh pabrik merepresentasikan sebuah kejadian historis yang besar, merepresentasikan awal dari sebuah era baru dalam sejarah umat manusia. Karena dewan pabrik itulah, proses revolusioner muncul ke permukaan dan memasuki fase dimana di dalamnya dewan pabrik bisa tampil dan membuktikan diri.’ Setiap dewan pabrik harus menjadi unit dari sebuah gerak perkembangan yang akan berpuncak dalam Komunis Internasional.

Karakter revolusioner dewan-dewan pabrik itu akan menciptakan sebuah tipe hubungan yang baru antara serikat buruh dan partai, sebuah tipe hubungan yang telah terlihat secara implisit dalam pembentukan dewan-dewan pabrik tersebut: ‘Partai dan serikat buruh tidak boleh memunculkan diri sebagai guru atau sebagai superstruktur yang telah ada sebelumnya dari institusi baru ini, yang merupakan institusi hasil perwujudan kongkret dari proses historis revolusi.

Alih-alih, partai dan serikat buruh harus menjadi agen-agen pembebasan yang secara sadar membebaskan diri dari kekuatan-kekuatan penghalang yang dimunculkan oleh Negara borjuis. Partai dan serikat buruh harus berupaya untuk mengorganisir kondisi-kondisi eksternal (kondisi politik) secara umum yang memungkinkan proses revolusioner bisa berkembang dengan paling pesat, yang memungkinkan kekuatan-kekuatan produktif liberal bisa mencapai perluasannya secara paling luas.’


Kutipan di atas telah menimbulkan kontroversi yang tiada henti di kalangan para penafsir Gramsci. Tentu saja Gramsci menegaskan sifat otonomi dari perkembangan dewan-dewan pabrik, baik dalam relasinya dengan serikat buruh maupun dengan partai. Bahkan, dia menempatkan dewan-dewan pabrik di atas keduanya dalam hal arti pentingnya. Peran serikat buruh dan partai haruslah hanya untuk membersihkan berbagai jenis rintangan yang dibuat oleh kaum borjuis dari jalan revolusioner yang dilewati oleh dewan-dewan pabrik.

Namun, jangan kita lupakan bahwa Gramsci menulis baris-baris kalimat tersebut ketka dia masih menjadi seorang militan dalam Partai Sosialis, dalam sebuah partai yang semakin menunjukkan sifat parlementer dan reformisnya. Setelah pengalamannya sebagai pemimpin dan sekretaris Partai Komunis, yaitu selama tahun-tahun dia dipenjara, dia menulis sebuah catatan mengenai tema dewan pabrik ini dengan penitikberatan yang sangat berbeda: ‘Haruskah serikat-serikat buruh tunduk pada partai? Adalah kekeliruan jika kita mengajukan pertanyaan semacam itu.

Pertanyaan itu harus diletakkan dalam kerangka prinsip berikut: setiap anggota partai, apapun posisi yang dia jabat atau apapun tugas yang dia jalankan, selalu merupakan anggota partai dan selalu tunduk pada kepemimpinan partai. Jadi, tak mungkin ada subordinasi antara serikat buruh dan partai. Jika serikat-serikat buruh telah memilih secara spontan seorang anggota partai sebagai pemimpin mereka, itu berarti bahwa serikat-serikat buruh itu secara sukarela bersedia menerima arahan-arahan dari partai, dan karena itu bersedia secara sukarela menerima (bahkan menginginkan) kontrol partai atas para pemimpin serikat-serikat buruh.’

Rasanya penting bagi kita untuk menggarisbawahi arus ‘satu arah’ dalam pemikiran Gramsci tersebut yang selalu dimulai dari pengakuan secara tegas akan eksistensi dan arti penting partai agar kemudian partai bisa bercabang ke arah-arah lain. Namun, mari kita kembali ke tahun-tahun semasa Gramsci terlibat dalam L’Ordine Nuovo.

No comments:
Write comments