Dalam
sebuah catatan ringkas yang diterbitkan pada tahun 1918 dalam Il Grido del
Popolo, Gramsci memulai analisisnya mengenai serikat-serikat buruh dengan
menegaskan bahwa ‘kemunculan koperasi-koperasi pertanian dan
pengelompokan-pengelompokan mereka ke dalam serikat-serikat buruh haruslah
menjadi sebuah fenomena yang bersifat spontan’. Dan beberapa bulan kemudian,
Gramsci berhadapan dengan problem fundamental mengenai relasi antara
serikat-serikat buruh dan partai.
Konfederasi Buruh (General Confederation
of Labour) berada di tangan kaum reformis, di tangan ‘elemen-elemen borjuis
kecil’ dan turut berperanan dalam memperkuat sistem kapitalis. Inilah yang
menjadi alasan mengapa terjadi konflik antara CGL dan partai, yaitu konflik
antara sebuah organisme yang berupaya untuk menyembunyikan dirinya ‘di bawah
kedok efisiensi teknik’ dengan sebuah organisme yang berupaya untuk terlibat
dalam politik di arena perjuangan kelas.
Di sisi lain, konflik ini tak akan dan
tak akan mungkin bisa menjadi krisis yang bersifat meluas karena krisis dalam
tubuh CGL hanya merupakan krisis dari para pemimpinnya, dan karena itu bisa
dengan mudah diselesaikan jika seluruh kamerad telah memutuskan untuk
berpartisipasi secara lebih aktif dalam kehidupan dan perjuangan serikat buruh.
Bahasan historis mengenai asal-usul,
batas-batas dan fungsi dari serikat-serikat buruh menjadi berkembang seiring
dengan munculnya mingguan Ordine Nuovo. Serikat buruh, kata Gramsci,
berjasa dalam mengorganisir secara pertama kali kelas buruh dan perjuangan
kelas, namun karena struktur mereka sendiri, mereka tak bisa bekerja demi
sebuah tujuan revolusioner, yaitu perebutan kekuasaan. Sayangnya, seluruh
pencapaian yang telah dicapai oleh serikat buruh sejauh ini malah membuat
tatanan yang ada, hak milik pribadi dihargai. ‘Jam kerja delapan jam per hari,
kenaikan gaji, dan keuntungan-keuntungan yang didapat dari undang-undang yang
tidak mengancam laba.’
Para pemilik hak milik pribadi yang borjuis tentu saja
memiliki cara-cara yang berlimpah untuk memindahkan beban ‘meningkatnya
biaya-biaya umum dari produksi industri baik kepada massa cair dalam negeri
maupun kepada masyarakat jajahan’. Paham “serikat buruh-isme” telah mengikuti
jalan yang dibangun di atas landasan niat baik, namun yang penuh dengan ilusi
yang maha besar.
Orang tak bisa berharap akan bisa mentransformasi sebuah
situasi obyektif dengan cara melakukan reformasi-reformasi kecil-kecilan atau
bahkan dengan konsesi-konsesi yang bisa dirampas begitu saja setelah perjuangan
berat bulan demi bulan: ‘Kediktatoran proletariat ingin menggulingkan tatanan
produksi yang kapitalis, ingin menghapuskan hak milik pribadi, karena hanya
dengan ini, eksploitasi atas manusia bisa dihapuskan. Kediktatoran proletariat
ingin menghapuskan perbedaan kelas, ingin menghapuskan perjuangan kelas karena
hanya dengan begitu emansipasi kelas buruh bisa lengkap.’
Karena itu, adalah
perlu untuk berjuang mentransformasi esensi dari serikat-serikat buruh (yaitu
dalam hal fokus perjuangan mereka pada
isu-isu mengenai ‘roti dan mentega’ saja!), dan menyingkirkan dari
posisi kepemimpinan ‘beberapa individu’ (yaitu inteligensia yang terbatas) yang
pada saatnya akan bisa melemahkan kehendak massa’. Adalah perlu barangkali
untuk memahami bahwa ‘paham “serikat buruh-isme” hanya bisa revolusioner ketika
ada kemungkinan gramatikal untuk mengkombinasikan antara dua kata tersebut, yaitu
serikat buruh dan revolusioner’.
Orang harus sadar bahwa dalam proses
perkembangannya, paham serikat buruh-isme telah memperlihatkan diri sebagai
sebuah bagian dari masyarakat borjuis, dan bukan sebagai sebuah perjuangan
melawan masyarakat borjuis atau sebagai sebuah cara untuk menaklukkan
masyarakat borjuis. Kita harus memulai lagi dari unit yang fundamental, yaitu
dari pekerja yang sanggup ‘memahami dirinya sendiri sebagai seorang produsen’,
yang sanggup melihat dirinya sendiri sebagai bagian dari proses produksi secara
umum, dan yang tak pernah melupakan seluruh saudara sesama buruh, seluruh buruh
dan rasa kolektivitas buruh.
Maka, adalah perlu untuk menentang bentuk paham
serikat buruh yang reformis dan bentuk paham serikat buruh yang revolusioner semu.
Paham individualisme dan pribadi harus diatasi, dan adalah perlu untuk memulai
sebuah proses historis yang besar dimana di dalamnya massa buruh menjadi sadar
akan kesatuannya yang tak terpisahkan yang didasarkan pada produksi, pada aksi
kerja yang kongkret, dan memberi bentuk organik terhadap kesadaran ini dengan
jalan membangun hirarki bagi dirinya sendiri. Ini merupakan sebuah proses
historis yang maha besar yang ‘akan secara tak terelakkan berpuncak dalam
kediktatoran kaum proletariat, dalam Komunis Internasional’.
Sudah tiba saatnya
bagi kelahiran gerakan delegasi bengkel kerja di Turin, kelahiran dewan-dewan
pabrik di Turin.. Dan Gramsci sendirilah yang mengkaitkan gerakan ini dengan
pengalaman Lenin: ‘Konsepsi sistem dewan-dewan pabrik yang dibentuk di atas
dasar massa buruh yang diorganisir sesuai dengan tempat kerja, dengan unit-unit
produksi, mengambil inspirasinya dari pengalaman historis yang kongkret kaum
proletariat Rusia’.
No comments:
Write comments