Setiap
momen pedagogis memunculkan persoalan-persoalan yang berbeda-beda. Di
sekolah-sekolah dasar, pendidikan anak-anak pada pokoknya harus mempernalkan
gagasaan-gagasan awal mengenai ilmu alam dan gagasan-gagasan awal mengenai hak
dan kewajiban warga negara. Dengan kata lain, prinsip pendidikan sekolah dasar
ialah ‘konsep dan fakta mengenai pekerjaan (sebagai aktivitas
teoretis-praktis)’.
Maka, upaya untuk memperkenalkan konsep hak dan kewajiban,
dengan kata lain tatanan Negara dan sosial ke dalam tatanan alam membolehkan
keduanya diidentikkan. Dengan menggunakan istilah gagasan, Gramsci sadar
betul akan bahwa hal itu menimbulkan kontroversi, namun berjuang melawan metode
pengajaran fakta-fakta semata-mata merupakan sebuah kekeliruan karena ‘tidaklah
tepat bahwa pendidikan itu berbeda dari latihan berpikir’.
Sebagai misal, dalam
tipe sekolah tradisional yang mengajarkan bahasa Latin, dianut sebuah nilai
yang jauh lebih bersifat mendidik dan sebuah keberatan bahwa sekolah yang hanya
mengajarkan apa yang telah mati adalah keliru. Sesungguhnya, ‘setiap analisis
yang dilakukan oleh seorang anak muda memang hanya bisa menganai hal-hal yang
mati’. Studi bahasa Latin tidak boleh menjadi tujuan dalam dirinya sendiri,
namun menjadi unsur yang merupakan bagian dari sebuah program skolastik yang
ideal yang sanggup memuaskan kompleks kebutuhan yang bersifat psikologis dan
pedagogis.
Pertempuran besar kaum sosialis
karenanya merupakan sebuah pertempuran demi pembentukan sebuah sekolah
komprehensif yang tidak akan melanggengkan pemisahan kelas atas masyarakat:
‘Sekolah tradisional berwatak oligarkis karena diperuntukkan buat generasi baru
dari lapis penguasa, yang pada gilirannya juga akan berkuasa, namun sekolah
tradisional juga berwatak tidak oligarkis karena metode pendidikannya.’
Karena
itu, kaum soialis tak harus merestrukturisasi sistem pendidikan secara total,
namun barangkali bisa menerima sebagian besar program-program dan solusi-solusi
lama. Restrukturisasi akan bertujuan pada intinya menghapuskan setiap
pemisahan, setiap penghalang ‘rasialis’ antara satu tipe sekolah dengan tipe
sekolah yang lain.
Orang tak boleh membiarkan jalur pendikan yang satu
dikhususkan bagi mereka semua yang akan menjadi kelas penguasa negeri ini,
sementara jalur pendidikan yang lain dikhususkan untuk pelatihan kejuruan bagi
para buruh, yang sejak awal dikecualikan dari kemungkinan untuk menjalankan
fungsi ‘kepemimpinan’: ‘Karena itu, perbanyakan tipe sekolah kejuruan cenderung
melanggengkan pembedaan-pembedaan yang bersifat tradisional.
Namun karena
perbanyakan ini sendiri menghasilkan stratifikasi-stratifikasi internal dalam
pembedaan tersebut sehingga kemudian tercipta kesan adanya tendensi yang
bersifat demokratis dalam perbanyakan tersebut.’
No comments:
Write comments