Friday, 11 August 2017

AL KINDI ADALAH FILOSOF MUSLIM PERTAMA

 

Al-kindi

Pada masa Dinasti Umayah memegang tampuk kekuasaan Khilafah Islamiyah, ada dua kota yang menjadi pusat (markaz) peradaban Islam, yaitu Bashrah dan Kufah. Hingga datangya kekuasaan Bani Abbas, dua kota tersebut tetap rnenjadi pusat kehidupan kebudayaan di seluruh dunia Islam,


Setelah para penguasa Daulah 'Ab-basiyah membangun kota Baghdad, pusat kebudayaan Islam pindah dari Bashrah dan Kufah ke kota yang baru tersebut. Sejak saat itu Baghdad menjadi pusat kekhalifahan di samping menjadi mercusuar kegiatan ilmiah dan peradaban. Kaum cendekiawan dan para ilmuwan dari berbagai penjuru dunia banyak yang datang ke Baghdad untuk mengabdikan dirinya dalam dunia ilmiah, baik dalam rangka melakukan riset, melaksanakan proyek terjemahan yang memang sedang berkembang pesat, maupun kegiatan ilmiah lainnya. Sehingga praktis, Baghdad menjadi pusat peradaban dunia.


Dalam suasana kehidupan politik dan pemikiran yang berkembang pesat itu, lahirlah sosok filosof Arab atau filosof Muslim Pertama dalam sejarah pemikiran Islam. Dialah Ya'qub ibn Ishaq AI-Kindi.


Riwayat Hidup



Abu Yusuf Yakub ibn Ishaq ibn al-Shabbah ibn Imran ibn Mu ibn al-Asy'ats ibn Qais al-Kindi, atau lebih populer dengan sebutan AI-Kindi adalah filosof Muslim pertama.



Ia lahir di Kufah sekitar 185 H (801 M) dari keluarga berada dan terpelajar. Kakek buyutnya, al-Asy'ats ibn Qais adalah salah seorang sahabat Nabi yang gugur bersama Sa'ad ibn Abi Waqash dalam peperangan antara kaum Muslimin dengan Persia di Irak. Sedangkan ayahnya, Ishaq bin al-Shabbah adalah gubernur Kufah pada masa pemerintahan AI-Mahdi (775-785 M) dan AI-Rasyid (786-809 M). Sekalipun sang Gubernur sibuk dengan kegiatan-kegiatan politiknya, ia memberi perhatian penuh terhadap pendidikan putra tersayangnya, dan dengan kekayaan yang dimiliknya ia memberikan fasilitas dan sekolah yang terbaik bagi putranya.



AI-Kindi memulai perjalanan intelektualnya dari tanah kelahirannya sendiri, yaitu Kufah, kemudian melanjutkan pendidikannya kc Bashrah, yang pada saat itu merupakan pusat kegiatan ilrnu pengetahuan dan tempat utama gerakan pemikiran dan filsafat. Di Bashrah ia mempelajari ilmu-ilmu keagamaan, matematika dan filsafat. Tetapi tampaknya ia begitu tertarik kepada filsafat dan ilmu pengetahuan, sehingga setelah ia pindah ke Baghdad ia mengabdikan seluruh sisa hidupnya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat.



Sejarah mencatat. AI-Kindi mengalami lima masa pernerintahan Daulah Abbasiyah - Al-Amin (809-813 M); Al-Ma'mun (813-833 M); Al-Mu'tashim (833-842 M); Al-Watsiq (842-847 M); dan Al-Mutawakkil (-861 M) - suatu masa kejayaan Dinasti Abbasiyah dan berkernbang pesatnya khazanah intelektual.



Di Baghdad - pusat pemerintahan Daulah Abbasiyah - inilah ketajaman intelektualnya semakin terasah dan karir intelektualnya pun berkembang pesat. Hal ini bermula dari perkenalannya dengan Al-Ma'mun, khalifah pada masa itu yang sedang rnenggalakkan kegiatan-kegiatan ilmiah berupa pengkajian ilmu pengetahuan, dan yang paling monumental adalah proyek penerjemahan secara besar-besaran di bawah naungan sebuah lembaga yang disebut dengan "Bayt al-Hikmah" (Pustaka Kebijaksanaan). Khalifah meminta AI-Kindi untuk terlibat aktif dalam lembaga tersebut, baik sebagai tenaga edukatif, maupun sebagai peneliti dan penerjemah. Bahkan ia diminta menjadi guru pribadi Ahmad, putra AI-Mu'tashim.



Tampaknya, AI-Kindi sangat menikrnati suasana intelektual pada saat itu. la menerjemahkan beberapa karya dan merevisi terjemahan orang lain, seperti teologi Aristoteles. Hal ini dimungkinkan karena Al-Kindi menguasai ajaran-ajaran Persia, Yunani, dan India, serta ia juga fasih berbahasa Ibrani, Yunani, dan Arab. Untuk mengalih-bahasakan istilah-istilah filosofis dan ilmiah tertentu yang ia temukan dalam karya-karya asing, ia menciptakan beberapa kata baru dalam bahasa Arab, seperti jirm untuk tubuh, thinah untuk materi, al-tawahum untuk irnajinasi, dan lain-lain.



Karena wawasannya yang luas tentang berbagai jenis ilmu pengetahuan, juga karena ia seorang Arab yang beragama Islam, dan tidak seperti orang lain yang memperoleh ilmu pengetahuan lewat karya-karya terjemahan, maka ia layak disebut sebagai "Filosof Arab" atau "Filosof Muslim" pertama.

No comments:
Write comments