ZIARAH KE MAKAM RASULULLOH
Sebagian
orang yang mengaku dirinya sebagai ulama mengklaim bahwa melakukan perjalanan
(safar) dengan tujuan ziarah ke makam nabi atau wali adalah maksiat yang haram
dilakukan. Pernyataan ini sama sekali tidak berdasar. Bahkan bertentangan
dengan ijma' (kesepakatan para ulama) dari kalangan madzhab yang empat dan juga
ulama selain madzhab empat. Yakni ulama sejati yang dapat dipercaya fatwa-fatwa
mereka.
Ziarah
ke makam nabi hukumnya adalah sunnah. Baik bagi orang yang berdomisili di
Madinah maupun bagi mereka yang tinggal jauh dari Madinah. Tegasnya, menempuh
perjalanan dari luar kota Madinah ke Madinah dengan niat hanya berziarah ke
makam beliau adalah sunnah dan sudah barang tentu pelakunya mendapat pahala
dari Allah 'azza wajalla.
Banyak
hadits dan atsar yang bisa dijadikan dalil atas hal ini. Di antaranya adalah
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, ath-Thabarani dalam al
Mu'jam al Kabir dan al Awsath dan al Hakim dalam Mustadrak-nya bahwasanya
"pada suatu hari datang Marwan (Marwan ibn al Hakam, salah seorang
khalifah bani Umayyah). Dia mendapati seseorang meletakkan wajahnya di atas
makam Rasulullah (karena rindu dan ingin memperoleh berkah dari beliau). Marwan
menghardik orang itu: "Tahukah kamu apa yang sedang kamu perbuat ?",
lalu orang itu menoleh dan ternyata dia adalah Abu Ayyub al Anshari (salah
seorang sahabat nabi) kemudian berkata: "Ya, aku mendatangi Rasulullah dan
aku tidak mendatangi sebongkah batu, aku mendengar Rasulullah shallallahu
'alayhi wasallam bersabda: "Jangan tangisi agama ini jika ia dikendalikan
oleh ahlinya, tetapi tangisilah agama ini apabila ia dikendalikan oleh yang
bukan ahlinya". Maksudnya, Anda, wahai Marwan tidak layak menjadi
khalifah.
Ibn
Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"مَنْ
جَاءَنِيْ زائِرًا لاَ يَهُمُّهُ إلاَّ زِيَارَتِيْ كَانَ حَقًّا عَلَيَّ أنْ
أكُوْنَ لَهُ شَفِيْعًا" (رَوَاهُ الطَّبَرَانِي)
Maknanya:
"Barangsiapa mendatangiku untuk berziarah, tidak ada tujuan lain kecuali
ziarah (ke makam) ku maka sungguh menjadi hak bagiku untuk memberikan syafa'at
kepadanya" (H.R. ath-Thabarani dan dishahihkan oleh al Hafidz Sa'id ibn
as-Sakan dalam as-Sunan as-Shihah; kitab yang beliau karang khusus memuat
hadits-hadits yang disepakati kesahihannya, seperti halnya Shahih al Bukhari
dan Shahih Muslim, lihat: Ithaf as-Sadah al Muttaqin karya al Hafizh az-Zabidi,
juz IV, hlm. 416).
Dalam
hadits lain, beliau bersabda:
"مَنْ زَارَ
قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ" (رَوَاهُ الدَّارَ قُطْنِيّ)
Maknanya:
“Barangsiapa berziarah ke makamku maka pasti akan memperoleh syafa'atku".
(H.R. ad-Daraquthni, dan adz-Dzahabi berkomentar: "Hadits ini menjadi kuat
dengan adanya jalur sanad yang berbeda-beda", lihat: Manahil ash-Shafa fi
Takhrij Ahadits asy-Syifa karya as-Suyuthi, hlm. 308).
Dalam
kitab Wafa' al Wafa, juz IV, hlm. 1045, as-Samhudi meriwayatkan bahwa
Bilal ibn Rabah ketika berada di daerah Syam bermimpi melihat Rasulullah
bersabda kepadanya: "Sudah lama engkau tidak mengunjungiku wahai
Bilal...!" (Ma hadzihi al jafwah). Ketika terjaga dari tidurnya, Bilal
langsung menaiki hewan tunggangannya dan bergegas menuju Madinah. Setelah
sampai di makam Rasulullah, ia meneteskan air mata dan membolak-balikkan
wajahnya di atas tanah makam Rasulullah ".
Al-Hakim
meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda:
"
لَيَهْبَطَنَّ عِيْسَى بْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا عَدْلاً وَإِمَامًا مُقْسِطًا
وَلَيَسْلُكَنَّ فَجًّا حَاجًّا أوْ مُعْتَمِرًا أوْ بِنِيَّتِهِمَا
وَلَيَأْتِيَنَّ قَبْرِيْ حَتَّى يُسَلِّمَ عَلَيَّ وَلأرُدَنَّ عَلَيْه
" رَوَاهُ الحَاكِمُ وَصَحَّحَهُ الذَّهَبِيّ
Maknanya:
“Sungguh, Isa ibn Maryam akan turun menjadi penguasa dan Imam yang adil, dia
akan menempuh perjalanan untuk pergi haji atau umrah atau dengan niat keduanya
dan sungguh, dia akan mendatangi makamku sehingga berucap salam kepadaku dan
aku pasti akan menjawabnya" (diriwayatkan oleh al Hakim dalam al Mustadrak dan dishahihkannya serta
disetujui oleh adz-Dzahabi).
Al
Hafizh 'Abdurrahman ibn al Jawzi mengisahkan dalam kitabnya, al Wafa bi Ahwaal
al Musthafa dan kisah ini juga dituturkan oleh al Hafizh adl-Dliya' al Maqdisi
bahwa Abu Bakr al Minqari berkata: "Adalah aku, ath-Thabarani dan Abu
asy-Syaikh berada di Madinah. Kami dalam suatu keadaan dan kemudian rasa lapar
melilit perut kami, pada hari itu kami tidak makan. Ketika tiba waktu Isya',
aku mendatangi makam Rasulullah dan mengadu: “Wahai Rasulullah! lapar...lapar”,
lalu aku kembali. Abu as-Syaikh berkata kepadaku: "Duduklah, (mungkin)
akan ada rizqi atau (kalau tidak, kita akan) mati".
Abu
Bakr melanjutkan kisahnya: "Kemudian aku dan Abu asy-Syaikh beranjak tidur
sedangkan ath-Thabarani duduk melihat sesuatu. Tiba-tiba datanglah seorang
'Alawi (sebutan bagi orang yang memiliki garis keturunan dengan Ali dan
Fatimah) lalu ia mengetuk pintu dan ternyata ia ditemani oleh dua orang
pembantu yang masing-masing membawa panci besar yang di dalamnya ada
banyak makanan. Maka kami duduk lalu makan. Kami mengira sisa makanan akan diambil
oleh pembantu itu, tapi ternyata ia meninggalkan kami dan membiarkan sisa
makanan itu ada pada kami.
Setelah
kami selesai makan, 'Alawi itu berkata: "Wahai kaum, apakah kalian
mengadu kepada Rasulullah?, sesungguhnya aku tadi mimpi melihat beliau dan
beliau menyuruhku untuk membawakan sesuatu kepada kalian".
Dalam
kisah ini, secara jelas dinyatakan bahwa menurut mereka, mendatangi makam
Rasulullah untuk meminta pertolongan (al Istighatsah) adalah boleh dan baik.
Siapapun mengetahui bahwa mereka bertiga (terutama, ath-Thabarani, seorang ahli
hadits kenamaan) adalah ulama–ulama besar Islam. Dan kalau mau ditelusuri,
banyak sekali cerita–cerita semacam ini .
Dalam
kitab asy-Syifa bi Ta'rif Huquq al Mushthafa, al Qadli 'Iyadl menulis:
"Ketika khalifah al Manshur menunaikan ibadah haji lalu ziarah ke makam
Rasulullah, ia bertanya kepada Imam Malik (guru Imam Syafi'i): "Aku
menghadap kiblat dan berdo'a ataukah aku menghadap (makam) Rasulullah?".
Imam Malik menjawab: "Kenapa anda memalingkan wajah dari beliau sedangkan
beliau adalah wasilah anda dan wasilah bapak anda, Adam ‘alayhissalam ?,
menghadaplah kepada beliau dan berdo'alah kepada Allah agar anda memperoleh
syafa'at dari beliau, niscaya Allah akan menjadikan beliau pemberi syafaat bagi
anda".
Cerita
ini adalah shahih tanpa ada perselisihan pendapat, sebagaimana yang dikatakan
Imam Taqiyyuddin al Hushni (lihat: Daf'u Syubah man Syabbaha wa Tamarrada, hlm.
74 dan 115).
Dalam
kitab Tuhfah Ibn 'Asakir, sebagaimana dikutip oleh as-Samhudi dalam Wafa' al
Wafa, juz IV, hlm. 1405 bahwa ketika Rasulullah dimakamkan, Fatimah datang
kemudian berdiri di samping makam beliau lalu mengambil segenggam tanah dari
makam dan ia letakkan (sentuhkan) tanah itu ke matanya kemudian ia
menangis…".
Dalam
kitab al Ilal wa Ma'rifat ar-Rijal, juz II, hlm. 35, dituturkan bahwa aku
(Abdullah, putra Ahmad ibn Hanbal) bertanya kepadanya (kepada ayahnya, Imam
Ahmad) tentang orang yang menyentuh mimbar nabi dengan niat agar mendapatkan
berkah dengan menyentuh dan menciumnya, dan melakukan hal yang sama atau
semacamnya terhadap makam Rasulullah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah
'azza wajalla. Imam Ahmad menjawab: "Tidak mengapa (la ba'sa bi
dzalik)".
Lebih
dari itu, para ulama dalam kitab-kitab karangan mereka telah menjelaskan bahwa
ziarah ke makam Rasulullah hukumnya adalah sunnah dan selalu disebutkan dalam
rangkaian manasik haji (lihat kitab-kitab fiqh tentang manasik haji seperti al
Idlah karya an-Nawawi, at-Tadzkirah karya Ibn 'Aqil al Hanbali dan lain-lain).
Dan hukum kesunnahan itu adalah ijma'. Di antara mereka yang menegaskan hal
tersebut adalah Imam Taqiyyuddin as-Subki dalam kitab Syifa' as-Saqam Fi
Ziyarah Khair al Anam, hlm. 65-66, al Qadli 'Iyadl al Maliki dalam karyanya
asy-Syifa bi Ta'rif Huquq al Mushthafa juz II, hlm. 83, Imam an-Nawawi dalam
Matn al 'Idlah fi al Manasik, hlm. 156, beliau mengatakan tentang ziarah ke
makam Rasulullah:
"فَإِنَّهَا
مِنْ أهَمِّ القُرُبَاتِ وَأنْجَحِ المَسَاعِي"
Maknanya:
“Ia tergolong hal terpenting untuk mendekatkan diri kepada Allah dan termasuk
usaha paling sukses (baik)".
Selanjutnya
adalah al Hafizh adl Dliya' al Maqdisi dalam Fadlail al A'mal, hlm. 108, beliau
menuturkan beberapa hadits sebagai dalil penguat hal itu, di antaranya:
"مَنْ حَجَّ فَزَارَ قَبْرِيْ بَعْدَ وَفَاتِي فَكَأنَّمَا زَارَنِي فِي
حَيَاتِي"
Maknanya:
“Barangsiapa pergi haji kemudian ziarah ke makamku setelah aku wafat maka
seakan-akan ia telah mengunjungiku sewaktu aku masih hidup".
Ulama
lain yang menyatakan kesunnahan ziarah ke makam Rasulullah adalah al Hafizh Ibn
Hajar al 'Asqalany dalam Fath al Bari juz III, hlm. 65-66, Syekh Taqiyyuddin al
Hushni (pengarang Kifayatul Akhyar) dalam kitabnya Daf'u Syubah Man Syabbaha Wa
Tamarrada hlm. 94-95, al Hafizh Abu Zur'ah al 'Iraqi dalam Tharh at-Tatsrib Fi
Syarh at-Taqrib hlm. 43, Syekh Ibn Hajar al Haytami dalam al Jawhar al
Munazhzham Fi Ziyarah al Qabr asy-Syarif an-Nabawi al Mukarram hlm. 27-28 dan
masih banyak lagi yang lain.
Seseorang
yang berziarah ke makam Rasulullah dianjurkan untuk berdo'a di sana,
sebagaimana hal itu disebutkan oleh ulama-ulama empat madzhab. Di antaranya
adalah Imam Abu Abdillah as-Samiri dalam al Mustaw'ab, an-Nawawi dalam al
'Idlah, Abu Mansur al Kirmani al Hanafi dan lain-lain (lihat nama-nama dan
pernyataan mereka mengenai hal ini dalam Daf'u Syubah Man Syabbaha Wa
Tamarrada, hlm. 115-116).
Terakhir,
penting untuk diketahui bahwa ziarah ke makam Rasulullah atau ke makam
orang-orang shaleh lainnya bukan berarti menyembah mereka. Mereka hanyalah
wasilah (perantara) kita kepada Allah dalam berdo'a. Karenanya, al Imam
Syamsuddin Ibn al Jazary —seorang imam besar dalam hadits dan ilmu
qira'at—menyatakan:
"مِنْ
مَوَاضِع إجَابَةِ الدُّعَاءِ قُبُوْرُ الصَّالِحِيْنَ"
Maknanya:
“Termasuk tempat yang sering menyebabkan do'a terkabul adalah kuburan
orang-orang yang shaleh". (al Hishn al Hashin dan 'Uddah al Hishn al
Hashin).
Kalau
ada orang yang berziarah ke suatu makam dengan niat menyembah orang yang ada
dalam makam atau dengan membawa keyakinan bahwa si mayit bisa mendatangkan
manfaat atau menolak bahaya dengan sendirinya tanpa seizin Allah, tentu saja,
dia adalah musyrik.
No comments:
Write comments